Puisi Ga Nyambung Bareng Qoni

Mengapa semua menangis padahal ku selalu tersenyum usap air matamu aku tak ingin ada kesedihan

Beban fikiranku
Akan ku simpan,
biarlah orang lain tak tahu menahu.

jangan lah berkubang terlalu lama dalam genangan kesedihan
akhiri saja semua itu dengan melihat ke atas langit

Diantara kebimbangan hati yang gelisah ini
Kuingin berlari mengejar cahaya matahari layaknya dulu kala
Kurasa, memang harus kuakhiri semua ini
Dan hapuskan air mata yang terbuang
Kembali bersinar bersama sang surya

betapa ringannya kata kata mengangkasa ke dalam jagad semesta laksana buih lautan dan berubah menjadi uap jenuh, namun ketika mencoba mencari wujud padat sesungguhnya dari uap itu, mereka menghilang tanpa meninggalkan jejak

Memang begitu mudahnya memberikan sejuta cahaya harapan kepadaku
Yang entah berapa lama harus kutunggu, namun yang dapat kutemukan hanyalah diriku masih diselimuti kegelapan

tak
habis pikir akal ini bertanya, berapa harga yang bisa kutawarkan dan
berapa banyak uang terkuras untuk membeli sebuah kejujuran

Tergelincir semua harapan indahmu,
Namun tak satupun kutemukan dalam peluhmu
Apalah arti semua ini jika tak seperti apa yang hatimu ucap
Biarkanku mendengar simfoni hatimu yang indah

tak taukah engkau kalbuku sudah tersayat belati, menunggu hujan di malam kemarau
harapanku tinggal serpihan debu namun kugumpalkan lagi dengan ketabahan hati
ku masih menunggu angin gersang ini segera menyingkir dan beralih embun

Namun akankah secercah cahaya menghampiriku di kemaraman hidup ini?
Terjatuh dihempas angin malam, tak kuat ku menahan
Kuingin pergi kesana, menembus bayang bayang

hatiku tak semegah cakrawala yang luas ini, namun kelapangannya dapat kutiru dengan menanam nuansa yang baru serta menelnggelamkan bibit bibit yang buruk

Andaikan ia terbang melintasi haluan pikiranku
Mengusir bayangan yang menghantuiku, membawa seberkas cahaya
Yang kan menerangi tambatan hidupku

riak jernih itu nampak buram di bola mataku, selaksa pertanda menyentak dan memperjelas masa yang suram sontak buatku muram
bilakah kuperintah saja waktu untuk berpacu lebih cepat agar nurani dan akalku tak terlalu lama berdebat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bermalam Ala Gelandangan di Ibukota

Pantun Memantun Bersama Nabila

Jangan Mau Kehilangan KTM ITB