Martabak...
ADA sebuah kotak di meja makan. Pak Warno merasa kenal isinya, tapi otaknya menolak bekerja sama mensahkan bahwa benar martabak namanya. Ini kali keempat ada penganan kesukaannya itu, selalu Sabtu malam, didatangkan oleh pacar anak gadisnya. Perut sedikit menggolak, ragu harus sekali lagi menerima pasokan. Doyan ya doyan, cuma masalahnya...
Si pembawa kotak sendiri sudah lama menggondol perawan pergi kencan. Dua bulan pacaran. Atau tiga? Kok ndak ingat ya... Tampang laki-laki muda yang cuma sebentar-sebentar diperlihatkan, sedikit uluk salam sesopannya ketika datang ketika hendak pulang, itu pun bila Pak Warno kebetulan sedang di ruang tengah. Kadang dua sejoli itu pacaran di remangnya teras. Semilir malam sesekali menguarkan tawa lirih anak dara ke dalam rumah.
Bersemilah kemudian, tanpa pernah dinyana, musim martabak.
Di depan acara-acara tivi yang cemplang di malam Minggu, di hadapan foto-foto keluarga dan almarhumah istri, isi kotak dikunyah pelan-pelan. Tak ada siapa-siapa. Pembantu sedang sibuk SMS di depan dapur, sebentar lagi pasti nongkrong bersama sohibnya, meneruskan upaya gebet-menggebet sopir sebelah. Pak Warno mikir sendirian: Berapa harga martabak, berapa harga tiket bioskop, berapa bayar restoran, berapa tiket parkir, berapa bensin, dan berapa harga seorang anak gadis.
*april 2005
*Dikutip dari Buku "Vinyet Tatyana dan Cerita-Cerita Kecil Lainnya", tanpa perubahan.
Komentar
Posting Komentar