Cetak Ulang: Tauhid Part 1 (Lebah Edisi 1 Minggu Ke-3 Bulan Dzulhijjah TI DKM Ar-Rahmah SMAN 1 Bogor)

Disclaimer:
Jadi ceritanya, saya menemukan buletin Lebah (Lembaran Dakwah) pada zaman sekolah dulu, isinya menurut saya sangat bagus sehingga akan sangat sayang sekali apabila kertasnya tak sengaja hilang dan materinya terlupakan begitu saja. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menuangkannya di sini, tanpa mengubah bunyi redaksinya barang sedikitpun.

 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ ۝٣٦ 
 
Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah tagut!” Di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang ditetapkan dalam kesesatan. Maka, berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl: 36).
 
Saudaraku pembaca, sebagai seorang muslim, pasti tidak asing lagi mendengar kata Tauhid. Sebuah kata yang sangat penting dan urgen di dalam agama Islam. Tetapi, betapa banyak kaum muslimin yang meremehkan kata tersebut. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita akan sedikit mengulang dan membahas tentang kedudukan dan keutamaan tauhid dalam agama Islam, dengan harapan kita semakin cinta akan agama ini dan semakin bersemangat dalam memahami, mengamalkan, dan kemudian mendakwahkannya. Atau minimal dapat menyegarkan kembali ingatan kita akan pentingnya kalimat At-Tauhid dalam diri kita.
 
Ibnu Al-Utsaimin rahimahullah  memaparkan bahwa kata tauhid, secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari perubahan kata kerja wahhada-yuwahiddu, yang bermakna 'menunggalkan sesuatu'. Sedangkan berdasarkan pengertian syariat, "tauhid" bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah, dan asma' wa shifat. (Al-Qaul Al-Mufid, 1:5)

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Oleh karena itu, hal ini penting untuk dibahas, mengingat banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai muslim. Padahal, pada kenyataannya, mereka menujukan sebagian bentuk ibadah mereka kepada selain Allah, baik itu kepada wali, orang saleh, nabi, malaikat, jin, dan sebagainya.

Tauhid terbagi atas 3 bagian yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma' dan sifat-Nya.

A. Tauhid Rububiyah

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta'ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17).
 
Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dan lain-lain. Dinyatakan dalam Al-Qur'an:
 
اَلۡحَمۡدُ لِلّٰهِ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ وَجَعَلَ الظُّلُمٰتِ وَالنُّوۡرَ ؕ ثُمَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا بِرَبِّهِمۡ يَعۡدِلُوۡنَ

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu. (QS. Al An'am: 1)

Meskipun demikian, pengakuan seseorang terhadap tauhid rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam, karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy, yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, yang artinya,

قُلۡ مَنۡ رَّبُّ السَّمٰوٰتِ السَّبۡعِ وَرَبُّ الۡعَرۡشِ الۡعَظِيۡمِ‏  ٨٦
 
 Katakanlah, "Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki Arasy yang agung?"
 
سَيَقُوۡلُوۡنَ لِلّٰهِ​ؕ قُلۡ اَفَلَا تَتَّقُوۡنَ‏ ٨٧
Mereka akan menjawab, "(Milik) Allah." Katakanlah, "Maka mengapa kamu tidak bertakwa?"
 
قُلۡ مَنۡۢ بِيَدِهٖ مَلَكُوۡتُ كُلِّ شَىۡءٍ وَّهُوَ يُجِيۡرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيۡهِ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ‏ ٨٨
 
Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi (dari azab-Nya), jika kamu mengetahui?"
 
سَيَقُوۡلُوۡنَ لِلّٰهِ​ؕ قُلۡ فَاَنّٰى تُسۡحَرُوۡنَ‏ ٨٩
 
Mereka akan menjawab, "(Milik) Allah." Katakanlah, "(Kalau demikian), maka bagaimana kamu sampai tertipu?"
 
(QS. Al. Al-Mukminun:86-89)
 
B. Tauhid Uluhiyah
 
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut) dan inabah (kembali/taubat). Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir.
 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَاۤ اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِكَ مِنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا نُوۡحِىۡۤ اِلَيۡهِ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّاۤ اَنَا فَاعۡبُدُوۡنِ‏ ٢٥
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (Al-Anbiya' : 25)

قُلۡ اِنِّىۡۤ اُمِرۡتُ اَنۡ اَعۡبُدَ اللّٰهَ مُخۡلِصًا لَّهُ الدِّيۡنَۙ‏ ١١
Katakanlah, "Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (Az-Zumar : 11)

Jadi jelaslah bahwa tauhid uluhiyah adalah maksud dari dakwah para rasul. Disebut demikian, karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya, "Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,"Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat dikiaskan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu, di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."

Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa merealisasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلَـقَدۡ اُوۡحِىَ اِلَيۡكَ وَاِلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِكَ​ۚ لَٮِٕنۡ اَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوۡنَنَّ مِنَ الۡخٰسِرِيۡنَ‏ ٦٥
 
 Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi. (Az-Zumar : 65)

Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
 وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعۡبُدُوۡۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِالۡوَالِدَيۡنِ اِحۡسَانًا​ ؕ اِمَّا يَـبۡلُغَنَّ عِنۡدَكَ الۡكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوۡ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوۡلًا كَرِيۡمًا‏ ٢٣
 Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
(Al-Isra : 23)
 
 
 
  C. Tauhid Asma wa Sifat
Secara istilah syariat, tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah  Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa melakukan empat hal berikut:
1. Ta'thil (Menolak)
Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.

2. Tahrif (menyimpangkan makna)
yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa dalil.
Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk menghukum, sifat Allah istiwa (bersemayam), diselewangkan menjadi istaula (menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya menjadi kekuasaan dan nikmat Allah.

3. Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Mislanya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.

4. Tamtsil (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya).
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah bersemayam di 'arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk yang serupa dengan-Nya.

Allah berfirman, 

فَاطِرُ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ​ؕ جَعَلَ لَـكُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِكُمۡ اَزۡوَاجًا وَّ مِنَ الۡاَنۡعَامِ اَزۡوَاجًا​ ۚ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيۡهِ​ ؕ لَيۡسَ كَمِثۡلِهٖ شَىۡءٌ ​ۚ وَهُوَ السَّمِيۡعُ الۡبَصِيۡرُ‏ ١١
 
 (Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.
 (QS. Asy-Syuura: 11)
 
Jadi inti dari lebah kali ini adalah pentingnya tentang Tauhid beserta dakwah tentang Tauhid. Karena Tauhid ini adalah hal yang harus diajarkan pertama kali, yang dimana akan menjadi pondasi bagi seorang muslim itu sendiri. Dalil tentang pentingnya dakwah Tauhid ini ada dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya:
Rasulullah shallallau 'alaihi wa sallam berwasiat kepada Mu'adz bin Jabal radhiallahu 'anhu ketika mengutusnya ke Yaman dengan wasiat yang berbunyi:
"Sesungguhnya kamu akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaknya ajakan kamu kepada mereka yang pertama adalah mengajak mereka bertauhid." (Mutaffaqun 'alaihi dan lafadznya adalah lafadz al-Bukhari).

Wallahu a'lam bishshawab

Sumber:
http://yufidia.com/tauhid
http://muslim.or.id/aqidah/hakekat-tauhid.html
http://almanhaj.or.id/content/1971/slash/0
http://yufidia/category/akidah/tauhid-dan-aqidah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bermalam Ala Gelandangan di Ibukota

Jangan Mau Kehilangan KTM ITB

Pantun Memantun Bersama Nabila