Belajar 'Sesuatu' dari Indonesia Mencari Bakat 3
IMB kali ini
tampil lebih menarik, berwarna, dan variatif. Hal itu bisa dilihat dari
munculnya
skill – skill baru seperti
pelukis pasir, pole dancer, dan lain
sebagainya. Memang mestinya seperti itu, Indonesia tidak hanya identik sebagai
bangsa yang cuma bisa menyanyi dan menari, tetapi lebih kaya daripada itu. Betul kan pak cik mak cik yang jg nonton? Betul-betul-betul.
Lalu, siapa
kira-kira yang pantas untuk menjadi the
best of the best IMB 3?
Apakah Yohanna?
Yohanna telah
membuka mata bahwa pole dancer
(penari pada tiang) bukanlah keterampilan yang bisa dipandang sebelah mata. Pole dance ternyata bisa menjelma
menjadi atraksi yang menakjubkan sekaligus sarat makna apabila dikombinasikan
dengan konsep-konsep yang tepat. Terlepas dari itu, saya salut sekali dengan
semangat baja wanita pole dancer ini
untuk memberikan yang terbaik bagi pemirsa, sampai-sampai di saat jempolnya
retak sekalipun ia tetap berusaha tampil secara maksimal, bahkan meskipun ia tahu
sudah tidak ada lagi peluang baginya bertahan di IMB karena selama empat minggu
ke depan ia telah divonis oleh dokter tidak boleh melakukan pole dance jika tak ingin cederanya
semakin parah. Yohanna mengajarkan kepada kita bahwa yang penting saat tampil
adalah totalitas dan semangat memberikan yang terbaik, bukan sekadar berambisi
untuk mencapai target.
Apakah Joshua?
Remaja ini
menguasai teknik olah vokal yang mampu menyetarai orang dewasa di usianya.
Semangatnya untuk bisa menyanyikan semua genre lagu patut diacungi jempol.
Coba, anak ABG mana yang masih sudi menyanyikan lagu dangdut, atau lagu-lagu
lawas Indonesia di era Westernisasi, Kpopisasi, dan sasi-sasi lainnya.
Apakah Ardy?
Lelaki ini
memiliki kemampuan melakukan lyrical
dance yang tidak biasa. Meskipun berkali-kali mendapat komentar yang kurang
sedap di dengar, ia tetap maju dan menjawab komentar-komentar juri dengan
atraksinya yang keluar dari zona aman. Sikap Ardy yang mau menerima setiap
kritik pedas para juri dengan lapang dada dan menerapkannya di penampilan
selanjutnya dapat menjadi teladan bahwa seburuk apapun pendapat orang tentang
kita, kita harus bisa menerimanya dan menjadikannya sebagai pelajaran serta
saran positif agar kita bisa menjadi lebih baik lagi.
Apakah Sandrina?
Sandrina tidak
hanya menguasai seni tari Sunda, tetapi juga tari daerah lainnya. Berawal dari
kesukaannya menonton Inul manggung dan film India, ia mulai cinta terhadap seni
tari Indonesia, walau entah sedekat apa hubungan genre joged-joged dengan genre
tari daerah Indonesia. Di kala orang sudah mulai merasa gengsi bahkan malas
untuk mendalami seni tari tradisional Indonesia yang katanya sudah ketinggalan
zaman, gadis ini mendalami seni tari Indonesia dengan amat serius. Ia begitu
menjiwai setiap peran yang ada dalam suatu tarian. Sandrina, melalui
konsep-konsep pertunjukannya di IMB, berhasil membuktikan bahwa paradigma
budaya Indonesia itu kuno dan tidak bisa dikemas dengan sentuhan baru nan
ciamik adalah salah besar.
Apakah Vina?
Wanita ini
memiliki kemampuan melukis di atas pasir ketika orang-orang hanya bisa melukis
dengan cat dan kanvas. Penampilan pelukis pasir ini begitu memukau, meskipun
dikejar oleh himpitan waktu, ia mampu melukis dengan tempo yang begitu singkat
dan tepat waktu. Ia juga lihai mentransformasikan lukisan pasir sebelumnya menjadi
lukisan yang baru. Vina juga tak pernah ragu untuk keluar dari zona amannya
dengan mencoba hal baru seperti melukis cahaya, atau melukis menggunakan
glitter. Dapat diambil pelajaran bahwa kita tak boleh berhenti mencoba hal baru untuk membangun potensi diri kita
menjadi lebih kaya lagi sekalipun risiko kegagalannya tidaklah kecil.
Di sisi lain,
saya pribadi terkesan dengan komentar membangun para juri IMB*:
“Mencari referensi itu penting untuk
membuka wawasan dan mengeksplor sesuatu
yang baru yang ada dalam diri kita“
-Titi Rajo Bintang-
“Keluar dari zona amanmu, saya
mau melihat kamu bersikap nakal, tentunya dalam hal positif.”
-So Imah Pancawati-
“Penonton tidak mau ambil peduli
mau sang performer sedang dalam masalah apapun, yang mereka mau adalah
pertunjukan itu bagus. Di situlah letak tantangannya.”
-Deddy Corbuzier-
“Di dalam pertunjukan, kita harus
selalu mengejutkan penonton, menghindari suatu keadaan ketika penonton sudah
bisa menebak alur selanjutnya.”
-Adi MS-
“U lala! Semua terpampang nyata cetar membahana di jagad raya,
melintasi khatulistiwa, melayang di cakrawala.”
-Syahrini-
Selain Syahrini (Walaupun
kata-kata mbak yang satu ini puitis sekali), saya kira perkataan mereka ada
benarnya. Saya bisa mengambil kesimpulan bahwa di era modernisasi ini manusia
dituntut untuk selalu memberi sesuatu yang baru, peka terhadap keadaan, dan menampilkan
segala sesuatunya dengan seprofesional mungkin. Itulah manusia yang dapat
bertahan dalam persaingan dan memperoleh tempat di hati masyarakat tanpa
tergerus zaman.
Menyaksikan sendiri bagaimana para
peserta dengan skill yang
berbeda-beda seperti pelukis pasir, penari tradisional dan penyanyi segala lagu
di usia muda, lyrical dancer, pole dancer, dan lain sebagainya yang
tampil di acara Indonesia Mencari Bakat dituntut untuk selalu mengembangkan
kemampuan mereka agar tidak menciptakan image
yang monoton. Luar biasanya mereka dapat memenuhi itu semua dan memberikan
warna yang berbeda-beda setiap minggunya, tanpa kehabisan ide. Ibarat seorang Dewi Lestari yang ga pernah kehabisan bahan buat menulis novel.
Semua itu membuktikan sejatinya
tidak ada yang dapat membatasi skill
dan kreativitas seorang manusia selama ia terus mencoba, mengolah, dan berpikir untuk mengembangkan kemampuannya.
Bila dikorelasikan dengan sistem pembelajaran Indonesia saat ini sayang sekali bahwa
hingga kini para siswa masih saja dituntut untuk menuruti semua perintah
gurunya dengan aturan yang saklek dan akhirnya malah membatasi kreativitas
siswanya. Misalnya saja ketika menjawab soal ulangan Pkn, beda pengertian sedikit
dari teks yang ada di buku maka poin siswa serta merta berkurang drastis.
Lantas bagaimana pelajar Indonesia akan berani mengembangkan diri mereka? Kalau
sekali menyimpang sedikit saja dari aturan main yang diterimanya adalah kecaman
atau poin yang buruk.
Acara Indonesia Mencari Bakat 3 sedikit
banyak telah memberi pelajaran tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi
tuntutan permintaan masyarakat yang
heterogen (selalu ada pro, selalu ada kontra, yang penting adalah prinsip dan sikap selektif), dan bagaimana kita harus terus
membuka diri terhadap perubahan yang dapat memperkaya dan menambah nilai plus
pada diri kita. Tidak peduli sepelik apapun masalah yang tengah dihadapi
seorang performer, yang paling penting adalah profesionalitas dalam bermain
peran dan totalitas tanpa pamrih.
“Para peserta hendaknya tidak
memikirkan bagaimana cara mengalahkan saingannya, tetapi fokus terhadap
bagaimana mereka bisa menampilkan yang terbaik dan memaksimalkan potensi mereka
masing-masing.”
-Komentar salah seorang juri-
Akhir kata, sukses buat peserta
IMB yang masih berjuang, dan sukses pula kepada mereka yang telah mendapatkan relung
baru di masyarakat untuk diperjuangkan
dan dimaksimalkan.
Komentar
Posting Komentar