Obrolan Kegalauan Di Pelataran


 Senja saat itu, jam smansa masih menunjukkan pukul 5 kurang

Di altar smansa, terjadi perbincangan antar insan sembari menunggu hari yang semakin jingga

Obrolan kecil mengenai pilihan fakultas dan jurusan yang membuat ane bingung. 

 Me:  “Gua masih bingung gua ini tipe manusia penghapal yg cocok ke kuliah berbasis istilah, tipe manusia penganalisa yang bagus ke teknik,  atau manusia yang bisa mempengaruhi orang dan cocok ke FE dan SBM ?”

 M : “Hanya orang yang bisa menilai. Saat orang lain melihat apa yang menonjol dari diri lu dan mengatakan bahwa lu handal di dalamnya, lu bisa mengetahui dan memutuskan untuk menerimanya, atau menapiknya.”

Selain itu pula,  M jg berpendapat bahwa ane terlalu teoritis dan kurang “take it easy and just let it flow”  .  Memilih jurusan kuliah sebaiknya santai saja dan lebih baik mendengar kata hati nurani, yaitu benar – benar tidak membohongi apa yang sebenarnya kita sukai.

Saat ane katakan kekurangsukaan ane dengan sebuah mapel berbasis hayati, ia menjawab:
“Mungkin lu bukan ga suka, hanya jemu. Orang yang pernah tiap hari berkutat dengan buku *****ell, dan mengeluarkan statement yang meleset ke istilah **o****, tidak mungkin tidak suka mapel tersebut.”

Akhirnya ane menyadari bahwa sebenarnya perasaan tak ingin dianggap “cuma bisa **o” lah yang membuat ane agak jemu dengan mapel yang satu ini.

Obrolan berlanjut , kali ini ane mengungkapkan kekhawatiran ane dalam memilih jurusan yang masa depan kerjanya suram.
M menanggapi bahwa bibit fakultas bergengsi seperti bisnis belum tentu lebih berjaya daripada bibit dari fakultas lainnya. Ia sedikit berceloteh ria:
 “Yang ada di Pertambangan ga cuma bibit FTTM, mesin pengeboran minyak kan jg butuh bibit dari teknik elektro, lalu perusahaan pertamina jg butuh orang – orang dari Fasilkom untuk meluaskan promosinya.”
“Dokter jg dibutuhkan, liat aja sekarang orang makan apa? Tahu berformalin, gorengan berbahan kimia berbahaya, dan lain – lain. Bakal banyak didatengin tuh.”
“Psikologi jg dibutuhin bgt, orang – orang pada stress karena beban ekonomi.”

“Kalo gua memilih Sastra Indo ?” Ujarku menukas cepat

“Wah Editor jg laku keras dalam publikasi iklan perusahaan dan lain – lain.” Tanggapnya

“Ada gak sih jurusan yang di dalamnya gua bisa menghapal dan ngombinasiin rumus.”

“Oh kalo gitu masuk FMIPA saja.”

Degg, mendengar nama fakultas yang banyak orang sedikit memalingkan muka terhadapnya. Gua berpikir cepat, guru jg banyak yang makmur, liat aja banyak mereka yang bawa mobil sendiri. Kesejahteraan bisa didapat di mana saja, tidak bisa ditentukan lewat  jurusan.

M lalu mengutarakan bahwa banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap FMIPA, dan itu menjadi labelling yang sungguh sangat merugikan. Padahal banyak jg orang yg sukses karena fakultas umum ini. Di dalamnya ada kimia murni, biologi murni dan lain – lain, yang cocok bagi mereka yang ingin mengeksplorasi segala hal tanpa dibatasi.

Intinya yang gua tangkap dari obrolan di pelataran ini adalah kita seyogyanya tidak terlalu terpengaruh terhadap paradigma orang lain mengenai fakultas dan jurusan yang kita pilih. Semuanya ada untuk menjadi wadah pengembangan bakat dan kegemaran kita. Pilih jurusan yang memang benar-benar disukai, bukan ikut-ikutan orang lain, apalagi sekadar karena pingin pamer.

Jurusan apapun, akan sangat bermanfaat selama kita kompeten di dalamnya... :) Cmiiw

M sungguh lihai menjawab pertanyaan ini dengan segenap pemikirannya, orang yang ane kagumi ini memilih untuk melanjutkan tinta hitamnya ke  Metalurgi 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bermalam Ala Gelandangan di Ibukota

Pantun Memantun Bersama Nabila

Jangan Mau Kehilangan KTM ITB