Tentang Datang

Kedatangan paket merupakan hal yang menggembirakan. Setelah menanti sekian lama sembari mengikuti perjalanan paket yang dikirimkan sudah sampai kota mana. Kereta yang datang tepat waktu juga begitu, menyuguhkan rasa senang bagi para pelancong yang hendak berlibur.

Mereka yang datang dalam hidupku juga begitu.

Sayangnya mereka kini terasa asing.

Mereka datang, hanya untuk pergi.

Kedatangan seorang insan di dunia adalah hal yang disambut dengan sorak sorai dan derai air mata. Ada mimpi yang diharapkan di setiap kelahiran. Dari seorang bayi kecil mungil yang tidak berdaya. Kedatangan ini terjadi begitu saja, sehingga sebagian dari kita mungkin mempertanyakan mengapa ada orang-orang yang tidak dapat kita pilih kedatangannya. Keluarga di mana kita lahir. Tetangga yang mengikuti perkembangan kita sejak kecil, yang kita sapa setiap harinya.

Aku yang hanya pendatang harus menghormati aturan setempat. Kalau boleh memilih, aku sebetulnya ingin menjadi seorang manusia bersayap yang bisa terbang melanglang buana ke manapun yang aku suka. Menjelajahi tempat-tempat indah di dunia. Mengembara dan mempelajari beragam budaya dan kebiasaan di dunia yang tak ternilai harganya, belahan dunia lain mungkin belum melihatnya karena tempatnya terpencil, terluar, atau terpinggirkan. Aku bisa membantu memperkenalkannya dengan mendatangi banyak tempat-tempat seperti itu. Namun, sebagai pendatang yang harus taat aturan dunia yang disinggahinya, aku hanya bisa berpuas diri melihat itu semua dalam sebentuk entitas kecil yang bernama ensiklopedia. 

Berkelana tidak akan membuatku bosan. Aku bisa memilih dengan siapa aku akan bertemu, atau justru tidak? Ada kendala bahasa yang harus kupelajari. Bahkan, beberapa sepertinya tidak memiliki suku kata yang pasti untuk dituturkan. Bahasa isyarat pun aku belum lancar benar. Aku harus mendatangi guru les privatku untuk belajar bahasa isyarat, ada banyak yang tersebar jasanya di kota-kota besar, atau mungkin aku bisa melihatnya di internet karena sudah banyak juga yang membahas tentang itu. Apapun kendalanya, setidaknya dengan berkelana aku dapat memiliki banyak pilihan tempat untuk didatangi, dan juga pilihan untuk seseorang. 

Globalisasi memudahkan jalanku untuk menemukan cerita-cerita lain yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Ada yang kisahnya sangat memilukan, tetapi aku masih terlalu takut untuk mendatanginya langsung. Ada yang tidak terlalu aku pahami ceritanya. Adapula yang begitu menarik perhatianku.

Itulah yang kemudian mendorongku untuk mencoba membuka jalanku sendiri. Tak lagi menunggu dan menghitung hari. 

Hari itu aku mendatangi seseorang yang aku inginkan. Ia tak pernah mengenalku sebelumnya. Aku lah yang membuat ia mengenalku. 

Di dunia maya aku merasa sudah sangat mengenalnya. Karakternya sangat sesuai dengan yang aku bayangkan. Ada banyak orang di sekitarku yang seperti itu, tetapi mereka sudah tidak punya banyak waktu. Mereka sudah memiliki tanggung jawab dan segenap beban di pundak.

Jadi aku memilih mendatangi seseorang yang sepertinya belum masuk fase itu.

Aku pikir dengan memaksa datang dalam hidup seseorang akan membuat hasilnya jauh berbeda. Aku yang datang. Bukan mereka yang datang, lalu pergi. Aku sudah berusaha untuk tidak hanya berpangku tangan kali ini. Aku pikir kedatangan ini dapat mengurangi beban di pundaknya. Bagi dia, atau siapapun itu yang aku pilih untuk kudatangi. Namun ternyata, aku melupakan bahwa di setiap pertemuan ada yang namanya konteks. Aku tidak siap menghadirkan konteks yang ia inginkan. Aku seperti mimpi buruk yang merasuk dalam kehidupannya yang tenang. Orang asing, yang mengiba-iba agar dapat berkenalan dan menjadi seorang teman. Sosok yang tidak diharapkan. Aku hanya entitas kelabu yang menambah rumit rutinitasnya. Kemudian, aku tak lagi datang untuk kedua kalinya.

 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bermalam Ala Gelandangan di Ibukota

Pantun Memantun Bersama Nabila

Jangan Mau Kehilangan KTM ITB