Dayang Suriani
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Begitulah bunyi lirik lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, yang akrab di telinga kita. Marak disenandungkan pada Hari Guru Nasional yang jatuh pada tanggal 25 November ini. Hari guru disahkan oleh Keputusan Presiden No.78 Tahun 1994, berdasarkan tanggal berdirinya Organisasi PGRI pada 1945 yang dibentuk pada Kongres Guru Indonesia. PGRI sendiri merupakan kelanjutan dari cikal bakalnya yang bernama Persatuan Guru Hindia Belanda yang bertujuan memperjuangkan persamaan hak dan posisi guru pribumi dengan pihak Belanda.
Guru merupakan orang tua kedua setelah orang tua yang mengasuh kita sejak kecil. Dengan kata lain, guru juga menjadi salah satu kontributor krusial setelah keluarga yang membentuk kepribadian putra-putri bangsa. Mereka-mereka yang kelak akan menjadi para pemimpin besar di negeri ini. Itulah mengapa SDM guru sebanyak kurang lebih 3 juta guru di Indonesia ini, haruslah berkualitas dan berbudi pekerti luhur, yang idealnya dapat menjadi teladan bagi semua kalangan. Baik itu guru TK, SD, SMP, maupun Guru Besar di Perguruan Tinggi.
Sehingga wajar saja jika kabar terpilihnya salah seorang guru dari negara kita sebagai 50 Top Guru Terbaik di Dunia versi Global Teacher Prize, menjadi angin segar bagi pendidikan di bumi pertiwi. Adalah seorang Ibu Dayang Suriani, dengan totalitas dedikasinya dalam mengajar sejak 2010, mengantarkannya menjadi salah satu Guru Teladan Internasional setelah bersaing dengan 20.000 guru dari 179 negara. Ia juga pernah menyabet gelar Teacher of The Year di Kalimantan Timur, dan mendedikasikan hari Sabtunya untuk memberikan pelajaran tambahan dan juga melakukan aktivitas lain yang menyenangkan dengan murid-muridnya.
Dengan daya pikir kreatif dan kolaboratifnya, beliau berhasil mengembangkan anak didiknya untuk berdaya aktif, mengajarkan sebuah metode baru belajar gerund, yang disebut "7 Man Show", lima jenis gerund disuguhkan dalam bentuk yang dramatis sehingga lebih mudah diserap siswa-siswinya. Tak hanya itu, metode ini di kemudian hari akhirnya digunakan oleh beberapa muridnya sehingga berhasil menjuarai ajang bergengsi perlombaan reporter dan berbicara bahasa Inggris [2].
"Guru dituntut tidak lupa bagaimana sebagai ibu rumah tangga, begitu juga seorang guru laki-laki bagaimana peran dia sebagai kepala keluarga dalam rumah tangganya." ujar Ibu Suriani ketika menjelaskan bahwa perannya sebagai Ibu di rumah tangga juga turut menjadi penilaian pada ajang Global Teacher Prize tersebut.
"Ketika juri bertanya siapa dirimu, lalu kita mau jawab apa? Itu pertanyaan simple, tapi benar-benar punya makna yang tersirat di dalamnya. Yang kemudian kita kenalkan diri kita seperti itu, karena kita sudah menjawabnya dengan benar dan ikhlas, maka dengan mudah menjawabnya. Tapi kalau kita menjawab dengan berdasarkan teori, maka sudah dipastikan tidak akan lolos di Global Teacher, karena mereka membutuhkan live journey. Kalau kita bicara matematika, maka inilah matematika kehidupan sesungguhnya. Tidak pernah terukur dengan angka tapi dia terukur karena dedikasi yang nyata," tukas Ibu Suriani kemudian, seperti yang dilansir dari news.detik.com [3].
Selain itu, beliau juga sangat peduli dengan tingkat literasi di Indonesia. Sejak 2010, Ibu yang memiliki dua orang anak ini, menjalankan misinya di lingkungan sekitar rumahnya, Karang Bugis, serta ratusan anak didiknya di SMA 1 Balikpapan. Strategi yang diterapkan layaknya multilevel marketing (MLM). Ibu Suriani mengajak orang lain untuk menyebarkan motivasi baca tulis tersebut [1].
“Ilmu membaca dan menulis ini saya tularkan kepada orang yang punya wewenang dalam sebuah institusi atau daerah,” ujarnya. Setelah itu, para agen menyebarkan semangat baca tulis ke orang lain di lingkungan sekitar. “Terbukti strategi ala agen MLM tidak hanya untuk berbisnis,” ungkapnya, tersenyum. Cara kerjanya bermula dari Ibu Dayang Suriani yang memberikan pemahaman dan pendampingan baca tulis kepada agen-agennya. Kegiatan itu berbentuk seminar, sosialisasi hingga pelatihan. “Ketika turun di lapangan, kami akan mengajak siswa atau warga untuk membedah suatu buku,” sebutnya. Kemudian membaca bersama-sama. Setiap bab buku ada yang bertugas untuk membacanya. Mengapa bersama-sama? “Itu cara kami mengontrol kalau semua orang benar-benar membaca,” jelas alumnus Magister Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Mulawarman itu [1].
Ibu Dayang Suriani, menjadi figur pencontohan baru yang dapat ditiru bagi siapa saja yang ingin berkontribusi dalam dinamika pendidikan di negeri ini. Tak perlu jauh-jauh, cukup memulai dari lingkungan di kelas, dan tak lupa dengan peran serta mendidik anak dan keluarga di rumah. Kreativitas, kolaborasi, dan kesabaran adalah kunci bagi siapapun yang ingin memulai langkah mengajar pagi ini. Selamat berbagi.
Sumber:
[1]https://kaltim.prokal.co/read/news/279593-dayang-suriani-guru-berprestasi-dengan-metode-mlm
[2]https://www.globalteacherprize.org/person?id=2979
[3]https://news.detik.com/berita/d-3603823/mengajar-dengan-hati-bawa-dayang-jadi-guru-terbaik-dunia
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Begitulah bunyi lirik lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, yang akrab di telinga kita. Marak disenandungkan pada Hari Guru Nasional yang jatuh pada tanggal 25 November ini. Hari guru disahkan oleh Keputusan Presiden No.78 Tahun 1994, berdasarkan tanggal berdirinya Organisasi PGRI pada 1945 yang dibentuk pada Kongres Guru Indonesia. PGRI sendiri merupakan kelanjutan dari cikal bakalnya yang bernama Persatuan Guru Hindia Belanda yang bertujuan memperjuangkan persamaan hak dan posisi guru pribumi dengan pihak Belanda.
Ibu Suriani dengan 6 dari 11 Buku yang Ditulisnya Diambil dari sini |
Guru merupakan orang tua kedua setelah orang tua yang mengasuh kita sejak kecil. Dengan kata lain, guru juga menjadi salah satu kontributor krusial setelah keluarga yang membentuk kepribadian putra-putri bangsa. Mereka-mereka yang kelak akan menjadi para pemimpin besar di negeri ini. Itulah mengapa SDM guru sebanyak kurang lebih 3 juta guru di Indonesia ini, haruslah berkualitas dan berbudi pekerti luhur, yang idealnya dapat menjadi teladan bagi semua kalangan. Baik itu guru TK, SD, SMP, maupun Guru Besar di Perguruan Tinggi.
Sehingga wajar saja jika kabar terpilihnya salah seorang guru dari negara kita sebagai 50 Top Guru Terbaik di Dunia versi Global Teacher Prize, menjadi angin segar bagi pendidikan di bumi pertiwi. Adalah seorang Ibu Dayang Suriani, dengan totalitas dedikasinya dalam mengajar sejak 2010, mengantarkannya menjadi salah satu Guru Teladan Internasional setelah bersaing dengan 20.000 guru dari 179 negara. Ia juga pernah menyabet gelar Teacher of The Year di Kalimantan Timur, dan mendedikasikan hari Sabtunya untuk memberikan pelajaran tambahan dan juga melakukan aktivitas lain yang menyenangkan dengan murid-muridnya.
Dengan daya pikir kreatif dan kolaboratifnya, beliau berhasil mengembangkan anak didiknya untuk berdaya aktif, mengajarkan sebuah metode baru belajar gerund, yang disebut "7 Man Show", lima jenis gerund disuguhkan dalam bentuk yang dramatis sehingga lebih mudah diserap siswa-siswinya. Tak hanya itu, metode ini di kemudian hari akhirnya digunakan oleh beberapa muridnya sehingga berhasil menjuarai ajang bergengsi perlombaan reporter dan berbicara bahasa Inggris [2].
"Guru dituntut tidak lupa bagaimana sebagai ibu rumah tangga, begitu juga seorang guru laki-laki bagaimana peran dia sebagai kepala keluarga dalam rumah tangganya." ujar Ibu Suriani ketika menjelaskan bahwa perannya sebagai Ibu di rumah tangga juga turut menjadi penilaian pada ajang Global Teacher Prize tersebut.
"Ketika juri bertanya siapa dirimu, lalu kita mau jawab apa? Itu pertanyaan simple, tapi benar-benar punya makna yang tersirat di dalamnya. Yang kemudian kita kenalkan diri kita seperti itu, karena kita sudah menjawabnya dengan benar dan ikhlas, maka dengan mudah menjawabnya. Tapi kalau kita menjawab dengan berdasarkan teori, maka sudah dipastikan tidak akan lolos di Global Teacher, karena mereka membutuhkan live journey. Kalau kita bicara matematika, maka inilah matematika kehidupan sesungguhnya. Tidak pernah terukur dengan angka tapi dia terukur karena dedikasi yang nyata," tukas Ibu Suriani kemudian, seperti yang dilansir dari news.detik.com [3].
Selain itu, beliau juga sangat peduli dengan tingkat literasi di Indonesia. Sejak 2010, Ibu yang memiliki dua orang anak ini, menjalankan misinya di lingkungan sekitar rumahnya, Karang Bugis, serta ratusan anak didiknya di SMA 1 Balikpapan. Strategi yang diterapkan layaknya multilevel marketing (MLM). Ibu Suriani mengajak orang lain untuk menyebarkan motivasi baca tulis tersebut [1].
“Ilmu membaca dan menulis ini saya tularkan kepada orang yang punya wewenang dalam sebuah institusi atau daerah,” ujarnya. Setelah itu, para agen menyebarkan semangat baca tulis ke orang lain di lingkungan sekitar. “Terbukti strategi ala agen MLM tidak hanya untuk berbisnis,” ungkapnya, tersenyum. Cara kerjanya bermula dari Ibu Dayang Suriani yang memberikan pemahaman dan pendampingan baca tulis kepada agen-agennya. Kegiatan itu berbentuk seminar, sosialisasi hingga pelatihan. “Ketika turun di lapangan, kami akan mengajak siswa atau warga untuk membedah suatu buku,” sebutnya. Kemudian membaca bersama-sama. Setiap bab buku ada yang bertugas untuk membacanya. Mengapa bersama-sama? “Itu cara kami mengontrol kalau semua orang benar-benar membaca,” jelas alumnus Magister Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Mulawarman itu [1].
Sumber:
[1]https://kaltim.prokal.co/read/news/279593-dayang-suriani-guru-berprestasi-dengan-metode-mlm
[2]https://www.globalteacherprize.org/person?id=2979
[3]https://news.detik.com/berita/d-3603823/mengajar-dengan-hati-bawa-dayang-jadi-guru-terbaik-dunia
Komentar
Posting Komentar